Siboro adalah Nai Turihon menurut tangkal burnung ni horbo (16)

No: 16
Judul
: Collection of Indonesian Manuscripts
Oleh: P. Voorhoeve
Tanggal: 1975
Sumber: https://www.kb.dk/e-mat/dod/130022081846-bw.pdf
Pencatat referensi: Arnold Siboro

Tabas atau jampi berjudul "Tangkal burnung ni horbo" (MS. Amsterdam 2761/49) menyebut Siboro sebagai Nai Turihon (halaman 154-155 di buku "Collection of Indonesian Manuscripts").

Barang ho anak ni Sagala idok ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Sagala Nai Bolaon; 
barang ho (anak ni) Limbong idok ho ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Limbong Nai Lindungan;
barang ho anak ni Sitanggang Simbolon, idok ho ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Sitanggang Simbolon Nai Ambaton; 
barang ho anak ni Silalahi, idok ho ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Silalahi Nai Suwanon;
barang ho anak ni Siboro, idok ho ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Siboro Nai Turihon;
barang ho ma anak ni Situmorang, idok ho ma ibamu so huboto, huboto do ibamu Situmorang Nai Paiangon;
ganup do marga dohi; ulang ho manahiti di dorbija

Artinya menurut P. Voorhoeve adalah sebagai berikut:

If you belong to the elan Sagala, and if you think I do not know your identity: I know your identity: Sagala is Nai Bolaon. (I take this to mean: Sagala belongs to the group of clans called Nai Bolaon). —5 more clans are given as examples.—Enumerate all the clans (this is a direction for the datu). Do not cause illness to (our) cattle...

Dalam bahasa Indonesia: 

Jika kau berasal dari marga Sagala, dan jika kau pikir aku tidak tahu identitasmu: Aku tahu identitasmu: Sagala adalah Nai Bolaon. (Saya mengartikannya sebagai: Sagala adalah bagian dari kelompok marga yang disebut Nai Bolaon). 5 marga lainnya diberikan sebagai contoh. Menyebutkan semua marga (ini adalah arahan untuk datu). Jangan menyebabkan penyakit pada ternak (kita)...

"Tangkal burnung ni horbo" adalah tabas (jampi) untuk mengusir penyakit kerbau. Jampi ini didasarkan pada keyakinan bahwa pengetahuan asal-usul dari seseorang memberikan pemilik pengetahuan itu kuasa atas seseorang tersebut. 

Menurut referensi ini, di halaman 48, Nai Turihon (Turigon) menurut The Princeton University Library Chronicle XXX p. 166-167 (setelah kami kontak The Princeton University Library, sekarang lokasi volume XXX ini katanya pindah ke JSTOR) kemungkinan adalah marga Tarigan di Batak Karo. Berikut kutipan dari halaman 166-167 dari The Princeton University Library Chronicle XXX (Four Batak Manuscripts in Princeton) halaman 166-167:

The following part of the chain of transmission is on another page; there may be a gap of one page in the text, but it is also possible that only one name is missing, the name of a man whose marga is indicated (rather than named) by the words (anak na di) Tungkaon, who lived in Lumban Gaon (probably = L. Gaol), and was the son of Ompung Djumahat ni adji. He was the teacher of the datu who copied this book, whose clan (morga, the Simalungan Batak form of the word marga) was Turigon and who lived in Siboro, a dependency of (? na toding) Radja Nahal ni Adji. Simalungun is the region to the North-East of Lake Toba. Formerly it consisted of seven small states, each one ruled by a radja or tuan. One of these was Purba, the state to which the village Siboro belonged. The ruling marga (or rather morga, to use the Simalungun word) in the state of Purba was also called Purba. Among the Karo Batak, who live to the north of Simalungun, there is a clan called Tarigan, and it is generally agreed that Tarigan in Karo is the same as Purba in Simalungun. It seems therefore highly probable that Turigon, the morga to which the copyist of our manuscript in the village Siboro belonged, is the same as Tarigan or Purba. This would explain at least one of a number of obscure names of clans that occur in the introductions of bark books and in some incantations: Anak na di Turigon or Nai Turi hon. The language of our text has indeed many characteristics of the Purba dialect of Simalungun Batak, so there can be no doubt that by Siboro the place in Purba, Simalungun, is meant.

Dalam bahasa Indonesia: 

Bagian berikut dari rantai penyalinan ini ada di halaman lain; mungkin ada celah satu halaman dalam teks, tetapi mungkin juga hanya satu nama yang hilang, yaitu nama seorang pria yang marga-nya ditunjukkan (dan bukannya disebutkan) dengan kata (anak na di) Tungkaon, yang tinggal di Lumban Gaon (kemungkinan = L. Gaol), dan merupakan putra Ompung Djumahat ni adji. Ia adalah guru dari datu yang menyalin kitab ini, yang bermarga (morga, bentuk kata marga dalam bahasa Batak Simalungun) Turigon dan tinggal di Siboro, anak dari Radja Nahal ni Adji. Simalungun adalah wilayah di sebelah Timur Laut Danau Toba. Dulunya, daerah ini terdiri dari tujuh negara kecil, yang masing-masing diperintah oleh seorang radja atau tuan. Salah satunya adalah Purba, negara bagian yang menjadi lokasi desa Siboro. Marga yang berkuasa (atau lebih tepatnya morga, menggunakan kata Simalungun) di negara bagian Purba juga disebut Purba. Di antara orang Batak Karo, yang tinggal di sebelah utara Simalungun, ada marga yang disebut Tarigan, dan secara umum disepakati bahwa Tarigan di Karo sama dengan Purba di Simalungun. Oleh karena itu, sangat mungkin bahwa Turigon, marga tempat penyalin naskah kami di desa Siboro berasal, sama dengan Tarigan atau Purba. Hal ini akan menjelaskan setidaknya satu dari sejumlah nama marga yang tidak jelas yang muncul dalam pengantar buku-buku kulit kayu dan beberapa mantera: Bahasa teks kami memang memiliki banyak ciri dialek Purba dari Batak Simalungun, sehingga tidak diragukan lagi bahwa yang dimaksud dengan Siboro adalah sebuah tempat di Purba, Simalungun.

Pustaha yang dibahas di atas adalah manuskrip ketiga di The Princeton University Library Chronicle XXX (Four Batak Manuscripts in Princeton). Pustaha ini berjudul "pormanuhon adji nangka piring".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Datu Parulas Parultop Nainggolan Lumban Raja di Pematang Bandar - Perdagangan (8)

Datu Parulas menurut Sihombing Lumbantoruan (14)