Siboro menurut Klan Girsang di Simalungun (13)

No: 13
Judul: Klan Girsang di Simalungun Polemik Asal usul, Silsilah dan Perkembangannya
Oleh: Erond Litno Damanik
Tanggal: Agustus 2019
SumberKlan Girsang di Simalungun Polemik asal usul, silsilah dan perkembangannya
Pencatat referensiKardi Siboro

SINOPSIS

***

"Terjadinya suatu klan tidak terlepas dari kejadian-kejadian nyata yang merupakan sejarah bagi generasi penerusnya. Dengan pengertian bahwa sejarah adalah suatu himpunan dari kejadian-kejadian yang berkesinambungan yang menjadi titik tolak bahan keyakinan atas kebenaran sesuatu peristiwa yang mempunyai dampak (akibat) secara positif yaitu berdasarkan keterangan dan penjelasan para orangtua di Siborongborong bahwa si Girsang membunuh abangnya yakni anak Gurusinomba Lumbantoruan Hutagurgur karena anak Gurusinomba membunuh ipar atau saudara istri si Girsang bernama Badia Huta Sianturi. Dengan peristiwa tersebut maka si Girsang meninggalkan daerah Siborongborong melalui Parapat, Silalahi, Sumbul hingga ke Lehu dengan merahasiakan peristiwa pembunuhan tersebut sehingga tidak dapat
diketahui dari mana asalnya klan Gisang. Sebagai dampak peristiwa kematian Badia Huta Sianturi, yakni saudara istri si Girsang secara evidensi-evidensi yang menyakinkan maka terjadilah nama yakni Girsang yang berasal dari Sihombing Lumbantoruan menjadi Girsang bagi keturunannya khususnya yang berada di daerah Simalungun, Dairi, Karo dan Deliserdang (Bab IV, hal 93)."

***

Ulasan Pencatat Referensi:

Sekitar tahun 1800 masehi, hiduplah seorang marga Lumbantoruan yang bernama Girsang, ia menikah dengan boru Sianturi. Pada suatu hari, Abangnya, putera dari Guru Sinomba Lumban Toruan Hutagurgur yang bernama Siguru, bertengkar dan membunuh Ipar dari Girsang Lumbantoruan (lae; saudara laki-laki istri) yaitu Badia Huta Sianturi. Oleh karena sakit hati, maka Girsang Lumbantoruan membalaskan dendam dan membunuh abangnya kemudian para pengetua adat Toga Sihombing dan para pengetua adat masyarakat di Siborong-borong menjatuhi hukuman kepada Girsang Lumbantoruan: "Tidak boleh mengundang dan diundang apabila ada pesta-pesta adat" dan pihak Guru Sinomba berusaha mencari si Girsang untuk dibunuh karena berprinsip "hosa do bul ni hosa" yang artinya nyawa ganti nyawa.

Setelah mengetahui keputusan ini, Girsang Lumbantoruan keluar dari tempat persembunyiannya dan pergi meninggalkan kampung halaman, tempat pertama yang ia kunjungi adalah Parapat, kampung pamannya (Tulang) bermarga Sinaga. Oleh karena pihak keluarga Guru Sinomba mengetahui keberadaannya disana, ia melarikan diri ke Silalahi. Di daerah Silalahi ia juga ditolak karena diketahui bahwa ia adalah pembunuh saudaranya. Dengan senang hati ia meninggalkan tempat itu, dan pergi ke arah Sumbul Sidikalang, dan sampai ke pedalaman yaitu kampung Lehu di Tigalingga Dairi.

Setelah bertahun tahun tinggal di Kampung Lehu, ia kawin lagi dengan boru manik, karena tidak mungkin lagi baginya untuk kembali ke Siborong-borong. Dari perkawinannya ia mendapat 2 (dua) orang putra yaitu Datu Balutan Girsang yang pergi ke Naga Saribu dan putera kedua bernama Lomit Girsang yang tinggal di Lehu, bersama dengan si Girsang Lumbantoruan.

Sementara, dari sejarah perjalanan Datu Parulas Parultop, diceritakan bahwa Girsang, keturunan Purba Sigulang Batu sudah ada sembilan generasi lebih dahulu ketika Tuan Pangultop-Ultop menjadi Raja di Pematang Purba

Bersumber dari Investigasi yang dilakukan oleh Masrul Purba Dasuha. SPd, Kepada salah seorang pengetua adat Pakpak marga Cibero yang dipublikasikan tahun 2016. Ia menjelaskan bahwa Girsang adalah keturunan dari marga Cibro. Leluhur marga Girsang tinggal di sebuah bukit di kampung Lehu, pemukimannya itu diberikan oleh Raja Mandida Manik karena menikahi puterinya. Dari pernikahan dengan boru Manik ini, lahirlah keturunan Datu Parulas Parultop yang kemudian diberi nama : Girsang. Adapun nama leluhur pertama marga Girsang yg datang langsung dari Pakpak adalah 2 orang bersaudara yaitu Girsang dan Sondar Girsang, mereka ini keturunan ke 10 (sepuluh) dari Raja Ghaib (Raja Batak), leluhur pertama marga Cibro. (Masrul Purba Dasuha, 2016). Menurut penuturan Penatua adat yang diwawancari Masrul Dasuha, Marga Girsang sudah terlebih dahulu ada 9 (sembilan) generasi dari pada Pangultop-ultop menjadi tuan di Pematang Purba. Jika Tuan Pangultop-ultop menjadi tuan di Pematang Purba, maka perkiraan tahun marga Girsang di Lehu di sekitar tahun 1515 – ( 9 x 25 ) = Tahun 1290 M. Untuk membuktikan ini, seharusnya dilakukan investigasi secara langsung kepada keturunan Marga Girsang di Lehu dan Marga Cibro yang ada di Pakpak. sebagian berpendapat bahwa leluhur marga Girsang yang datang dari Pakpak disebut dengan Datu Parulas.

Artinya, ada dua kelompok marga Girsang di Lehu, perlu pencermatan lebih intensif terkait kedua marga ini agar tidak terjadi kekeliruan seperti yang terjadi di masa lalu.

***




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Datu Parulas Parultop Nainggolan Lumban Raja di Pematang Bandar - Perdagangan (8)

Datu Parulas menurut Sihombing Lumbantoruan (14)