Sinopsis Partingkian Bandar Hanopan oleh Pemkab Deli Serdang (19)

No: 19
Judul
: Putri Hijau - Kompilasi Kemajemukan Kisah Putri Hijau di Sumatra Utara
Berdasarkan Versi Melayu, Karo, Aceh, Simalungun, serta penulis A. Rahman, Burhan AS, Haris M. Nasution, Tanku Said Efendi, Silvana Sinar, Razali Kasim dan M.O. Parlindungan.
Oleh: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Deli Serdang
Tanggal: 2009
Sumber: https://repositori.kemdikbud.go.id/30826/1/Putri%20Hijau.pdf
Pencatat referensi: Arnold Siboro

Referensi ini terkait dengan "Pangultop-ultop di Partingkian Bandar Hanopan", adalah tulisan tentang Putri Hijau dan Kerajaan Dolog Silau dari buku Sejarah Simalungun dan yang disarikan dari manuskrip Partingkian Bandar Hanopan, sebagai berikut:

Pada waktu subuh bangun dari tidur, segera "Oppung" (T. Sindarlela) mengambil sumpitnya dan pergi ke hutan untuk berburu, suatu ketika ia sampai di daerah Serbajadi Kesultanan Serdang dan berjumpa dengan kejuruan Serbajadi. Kemudian Kejuaruan Serbajadi mengangkat Oppung Tuan Sindarlela menjadi pengawas di daerah ini. Tidak lama bersdang, Oppung Tuan Sindarlela ini kembali ke hutan dengan membawa sumpit mencari burung. Dijumpainya seekor burung yang dinamakan "Siratah bulung". Demikian ia hendak menyumpit burung itu dan suatu ketika sampailah ia di sungai (bah) Potani, atau Sungai Petani sedangkan burung yang hendak di sumpit telah berada diseberang sungai itu. Untuk menyeberang sungai ini ia harus mencari batu loncatan

Setelah ditemukannya batu sebagai tempat loncatan untuk menyeberang, terlihat olehnya padang lalang di atas batu itu terlihat pula olehnya seekor ular pendek di celah- celah padang lalang tadi. Timbul kehendak Oppung ini untuk mencabut padang lalang itu dan setelah di cabutnya, temyata padang lalang itu adalah merupakan rambut dari seorang gadis cantik yang dinamakannya "panakboru" (putri) dan kemudian diajaknya untuk dibawa ke Serbajadi. Sesampainya di Serbajadi berbicaralah si gadis tadi antara lain: "O Pengulu Tambak Bawang, kalau aku akan di bawa ke tempat orang yang ramai aku bersedia". Jika tidak bersedia bagaimana nasehat panakboru?"

"Antarkanlah aku ke Kayuraja (Kayu ·Tualang) itu". Sesampainya di Kayuraja itu berkata panakboru: ''Tinggalkanlah aku sendiri!. Apabila engkau hendak menemui aku, katakan saja: "O Putri Hijau, dimana kau?. Demikian tanyamu. Aku akan kau lihat dan namaku Putri Hijau". 

Kemudian Oppung pergi kembali ke tempatnya dengan mengusahakan beras serta telur ayam untuk makanan Putri Hijau dan setelah dimasaknya, dibawanya ke tempat Putri Hijau. Sesampainya di kayu Raja ia tidak melihat Putri Hijau dimana berada. Setelah ia memanggil seperti dinasehatkan oleh Putri Hijau, tiba-tiba kelihatan berdiri di hadapannya seraya menghidangk.an nasi dan telur ayam yang telah tersedia itu. Dijawab oleh Putri Hijau: "O Penghulu Tambak Bawang, aku tidak memakan nasi agar engkau jangan kecewa baiklah telor ayam ini saja yang saya makani". Setelah dimakannya telur ayam itu, maka berkata pulalah Putri Hijau: "kembalilah engkau Penghulu Tambak Bawang, kerjakanlah kerjamu, mengenai makanan tidak usah engkau hiraukan, karena itu tidak makan nasi, tapi jika dapat, sediakan sajalah telur ayam yang sudah dimasak".

Sepuluh hari kemudian ters.iarlah berita kepada Sultan Serdang dan memerintahkan Kejuruan Serbajadi agar membawa Putri Hijau kehadapannya. Kejuruan Serbajadi pun pergi menjumpai Penghulu Tambak Bawang seraya menanyakan: "Penghulu Tambak Bawang, ada berita bahwa engkau ada menyimpan seorang gadis cantik, antarkan dan hadapkan pada Sultan Serdang". Mendengar perintah kejuruan ini terharulah Oppung itu oleh karena permintaan ini tidak disukainya, sampai memberi jawaban: "aku tak berani mengantar Putri Hijau apabila tidak dikehendakinya sendiri". ' Jika demikian bawalah aku menjumpainya dan aku akan berbicara dengannya!". Sahut Kejuruan Serbajadi. Oleh Oppung ditemukanlah Kejuruan Serbajadi, tapi tiba-tiba menjelang antara 30 depa kelihatanlah sinar yang membuat Kejuruan Serbajadi merasa takut dan setelah mendekati Kayuraja tempat Putri Hijau, terasa pulalah gelap pemandangan Kejuruan Serbajadi sehingga ia bertanya kepada Oppung : "Dimana Putri Hijau itu?, saya akan panggil dahulu". Sahut Oppung.

Setelah dipanggilkan Oppung dengan cara berdoa, maka tiba-tiba Putri Hijau pun berada dihadapan mereka. Sambil menyembah, kejuruan Serbajadi pun duduk. Bertanya pulalah Putri Hijau : "Apa maksudmu kejuruan datang kemari?" Jawabnya: " Munurut Sultan Serdang kita akan pergi ke Serdang". "Bersedia!" sahut putri Hijau, tapi sebaiknya besok pagi-pagi kamu datang, Kejuruan beserta rombongannya kami menghadap Sultan Serdang serta memberitahukan pembicaraan yang telah dijanjikan itu. Sultan Serdang pun bersiap-siap untuk menerima kedatangan Putri Hijau serta mempersiapkan tempat kedudukannya dan segala perangkat adat untuk dibawa bersama oleh para pembesar untuk menyambut Putri Hijau ketempatnya. Setelah rombongan sampai ke Serbajadi, maka pesan kejuruan pada Sultan Serdang, agar dijumpai dulu Penghulu Tambak Bawang, di belakangnya berjalan dengan didahului barisan Penghulu Tambak Bawang, maka diaturlah cara berjalan dengan didahului barisan Penghulu Tambak bawang, di belakangnya berjalan Kejuruan Serbajadi diikuti oleh pengiring lengkap dengan alat persenjataan.

Antara 100 depa dari tempat Putri Hijau dekat Kayuraja kelihatan pulalah cahaya sinar berkelip-kelip. Dengan perlahan-perlahan diteruskan perjalanan dan setelah antara 10 depa, tiba-tiba penglihatan menjadi gelap, sehingga kejuruan menyerahkan kebingungan pada Penghulu Tambak Bawang. "Jika demikian halnya, kata Penghulu Tambak Bawang, baiklah kita bertiga saja sampai ke Kayuraja itu sedangkan pengiring, kita tinggalkan dengan sembah sujud ditempat ini".

Setelah mereka bertiga sampai ke tempat Kayuraja, maka Oppung cara berdoa memanggilnya dan tiba-tiba kelihatan Putri Hijau berada di hadapan Sultan Serdang dan Kejuruan Serbajadi seraya mereka melakukan sembah sujud di hadapannya. Bertanya Putri Hijau : "Apakah kehendakmu datang kemari?". Sahut Sultan Serdang : "mengajak Putri Hijau untuk datang ke Serdang, dan supaya jangan bermukim di hutan ini".Dijawab oleh Putri Hijau :"Saya bersedia tetapi harus di ikutsertakan Penghulu Tambak Bawang, sebab ia ini adalah adik kandungku." "Baik" sahut Sultan Serdang. Barisan perjalanan diatur sedemikian rupa yaitu terdepan barisan pengawal kehormatan, di belakangnya Putti Hijau, kemudian Sultan Serdang dan dibelakangnya Kejuruan Serbajadi c;lan terakhir Penghulu Tambak Bawang. Sesampainya di Serdang, Putri Hijau dibawa ke istana dengan iringan letusan meriam.

Setelah 10 hari lamanya berada di istana Sultan Serdang, datang pula suruhan Sultan Deli kepada Sultan Serdang yang menyatakan bahwa tempat Putri Hijau selayaknya di istana Sultan Deli. Kehendak ini sesungguhnya tidak disukai oleh Sultan Serdang, tetapi Sultan Serdang adalah takluk di bawah kekuasaan Sultan Deli, maka jawabnya ialah: "Bukan aku yang menentukan Sultan Serdang, sebaiknya Putri Hijaulah yang ditanya. Sewaktu Sultan Serdang hendak mempertemukan Sultan Deli dengan
Putri Hijau-gelap pulalah pandangan Sultan Deli. Kejadian ini dinyatakan Sultan Deli kepada Sultan Serdang tetapi tidak dapat menjawab sebab iapun tidak dapat melihatnya. Jalan
-satu-satunya adalah menjumpai Oppung sebab ialah yang dapat memanggil Putri Hijau, setelah Oppung Tambuk Bawang hadir ditempat itu, maka dimohonkannya pulalah secara bersetnedi dan tiba-tiba kelihatanlah Putri Hijau duduk dan kemudian bertanya : "Apa maksud kedatangan Sultan Deli kemari?" Mohon kiranya Putri Hijau suka bermukim di Istana Deli". "Apa sebabnya aku mestinya ke Deli?" Tanya Putri Hijau. "Sebab daerah Serdang adalah takluk di bawah Sultan Deli!", jawab Sultan Deli. "Kalaulah demikian sepantasnya, baiklah" sahut Putri Hijau dan kapan kita pergi kesana?" tambahnya. Dua hari kemudian Sultan Deli-pun mempersiapkan segala sesuatunya dengan pengiring, kehormatan untuk menjemput Putri Hijau dan menyediakan tempat di istana. Penjemputan dilakukan dan setelah di pintu
gerbang istana, tiba-tiba lingkungan kelihatan merah sehingga tidak kelihatan lagi Putri Hijau di mana berada. Kembali Oppung Tambak Bawang menjadi tempat bertanya.

Setelah Oppung Tambak Bawang memohonkan secara bersemedi, maka tiba-tiba kelihatanlah Putri Hijau dan dimohonkan pulalah untuk bersama-sama berangkat ke Deli. Setelah 6 bulan berada di istana Deli tersiarlah berita kepada Sultan Aceh bahwa Putri Hijau berada di Sultan Deli. Oleh Sultan Aceh diminta pula kepada Sultan Deli Putri Hijau diantarkan ke Aceh. Kehendak Sultan Aceh ini kiranya tidak dapat diterima oleh Sultan Deli karena menganggap mempunyai hak dan kekuasaan yang sama. Akibat pertengkaran ini maka terjadilah penyerangan oleh sultan Aceh ke Sultan Deli

Sultan Deli memperkuat benteng pertahanannya sambil meminta bantuan kekuatan Sultan Serdang, tapi bantuan ini rupanya tidak dapat diterima oleh Sultan Serdang dan tidak bersedia memberikannya mengingat kepergian Putri Hijau dati daerahnya bukanlah atas kehendaknya. Penyerangan Sultan Aceh ke istana Sultan Deli terhalang dengan adanya meriam keramat yang terletak di pintu gerbang, sedangkan benteng pertahanan telah diperkokoh sedemikian rupa sehingga tidak ada jalan untuk menyerang istana Sultan Deli.

Kejadian ini membuat laskar Sultan Aceh menjadi bingung sehingga mengambillangkah untuk kembali ke Aceh dengan menceritakan keadaan ini kepada Sultan Aceh. Akhimya Sultan Aceh terpaksa meminta nasehat pada Raja Rum bagaimana cara untuk dapat menaklukan Sultan Deli. Nasehat yang diberikan oleh Raja Rum adalah supaya Sultan Aceh menyediakan peluru dati emas untuk ditembakkan pada benteng-benteng pertahanan Deli. Dengan demikian maksudnya sewaktu penduduk Deli akan mengumpulkan peluru emas dari benteng itu sehingga dengan sendirinya benteng itu akan runtuh, nasehat Raja Rum ini diikuti oleh laskar Sultan Aceh dan ternyata setelah mengetahui keadaan ini, semua penduduk Deli dapat berbondong-bondong merusak benteng pertahanan Istana Deli, dan dalam pada itu datang pulalah menyerang laskar dari Aceh, sehingga dengan demikian sampailah ke istana Deli. Meriam keramat Sultan Deli yang terletak disana dengan terjadinya pertempuran ini menjadi pecah dua bagian berpindah ke Sukanalu dan sebagian lagi tinggal di Deli

Kemudian panglima Aceh mencari Putri Hijau, tapi tidak berada ditempatnya. Hal ini menjadi pembicaraan diantara Raja Aceh-Sultan Deli, maka bantuan dengan perantaraan Penghulu Tambak Bawang sebagaimana biasa, baru dapat dibicarakan dengan Putri Hijau. Sementara itu para pembesar kerajaan Aceh-Deli dan Serdang ikut merasa takut, oleh karena dihadapan pintu masuk istana terlintang pelangi, sehingga Penghulu Tambak Bawang-pun ikut ketakutan. Setelah Penghulu Tambak Bawang berdoa sebagaimana biasanya kelihatanlah berdiri Putri Hijau dan serentak pulalah para pembesar kerajaan Aceh-Deli dan Serdang menyembah. Berkata Putri Hijau: "para pembesar kerajaan Aceh, apabila hendak menjemput aku, tidak bersedia, apabila Kerajaan Deli dan Aceh belum berdamai dan Raja Aceh menjadi penengah untuk mendamai kerajaan Deli dan Serdang"

"Rupanya kamu kerajaan tidak sating percaya karena aku" kata Putri Hijau "kalau kekuatan yang hendak kamu banggakan, dapat saya tunjukan, bahwa saya lebih mampu" kata Putri Hijau sambil mengepulkan tangannya sehingga semua senjata yang ada ditangan laskar kerajaan Aceh menjadi musnah semuanya. Mempersaksikan kejadian ini maka merekapun menjadi bertambah takut, kemudian Putri Hijau berkata pula: ""Hai pembesar raja Aceh, Iekas kembali ke Aceh dan bawa Raja Aceh kemari, tidak usah takut-takut, sambil menyuruh Sultan Serdang kembali ketempatnya. Sekembalinya pembesar Aceh ke Aceh, mereka menceritakan kejadian ini keseluruhannya kepada Raja Aceh. Raja Aceh memanggil para pembesamya dengan mengambil kesimpulan pada rapat besar, bahwa pesan Putri Hijau harus dihargai, mengingat bahwa Tuhan adalah mempunyai kasih yang sama pada manusia. Berangkatlah mereka dengan persenjataan beserta pelengkapannya.

Sesampainya di Deli, maka disuruh pulalah menghadap Sultan Serdang pada Raja Aceh dengan maksud guna menanyakan : ..bagaimana cara agar kita dapat berbicara dengan Putri Hijau?". Tanya Raja Aceh, "kami selama ini tidak bisa", jawab Sultan Serdang; «Selama ini Penghulu Tambak Bawang-lah yang menjadi perantara". Setelah Penghulu Tambak Bawang ditemukan, maka dibawakanlah menghadap raja Aceh. Atas pertanyaan Raja Aceh dijawab Penghulu Tambak Bawang, bahwa Putri Hijau tadinya berada di istana Sultan Deli. Dengan barisan pengiring merekapun pergi ke lstana Sultan Deli tetapi sepuluh depa mendapat tangga tempat Putri Hijau, penglihatan menjadi gelap sambil kelihatan lintasan pengiring merasa takut, kemudian Oppung berbicara dengan Putri Hijau dan seterusnya Putri Hijau yang kelihatannya berdiri di muka pintu rumah berkata kepada Raja Aceh: "Kalau Raja Aceh hendak membawa aku ke Aceh, maka sebaiknya Raja Aceh, Sultan Deli dan Sultan Serdang bermusyawarah dulu untuk mengadakan perdamaian dan apabila sudah ada persatuan dan kesatuan, barulah saya berangkat ke Aceh dan janganlah kamu bermusuhan disebabkan aku, sudah banyak manusia korban disebabkan bermusuhan. Demik.ian pesanku. ..Pulanglah kamu ke tempat masing-masing", kata Putri Hijau.

Setelah mereka pulang kembali ke tempatnya masing- masing, maka bermusyawarahlah mereka dengan Sultan Serdang de~ mengambil kesimpulan untuk mempertemukan dengan Sultan Deli yang telah pergi mengundurkan diri ke daerah Bedagai sewaktu kalah berperang dengan Aceh. Yang menjadi perantara diutus Kejuruan Serdang untuk menghilang.kan keragu-raguan. Kedatangan Kejuruan Serdang disambut oleh Sultan Deli karena ajakan Raja Aceh serta Putri Hijau dapat dipercayai dan diterima oleh Sultan Deli untuk berangkat besoknya ke Deli. Sesampainya di Deli, maka yang di jumpai adalah Oppung sebagai perantara untuk menyampaikan pada Putri Hijau, bahwa Sultan Deli sudah berada di Deli sebagai memenuhi panggilannya. Atas pemberitahuan ini, Putri Hijau memesankan agar Sultan Deli menemui Raja Aceh dan tidak usah khawatir dalam pertemuaan itu oleh karena Putri Hijau akan berada di sana juga, sekalipun badannya tidak kelihatan. Yakin dan percaya atas pesan Putri Hijau yang disampaikan oleh Oppung, maka Sultan Deli dan Kejuruan Serdang pergi menghadap Raja Aceh. Kedatangan mereka ini disambut Raja Aceh seraya berkata : "Pesan Putri Hijau, kita hams berdamai dan tidak bermusuhan, bagaimana pendapatmu?"

"Apabila begitu titah Putri Hijau, aku tidak menolak", jawab Sultan Deli." Untuk ·tanda setia dan perdamaian dipersediakan seekor kerbau", kata Raja Aceh. Kata mufakat ini diberitahukan kepada Putri Hijau dengan perantaraan Oppung sesampainya di tangga istana". Setibanya di istana mereka semua bersembah sujud terhadap Putri Hijau. Disambut Putri Hijau sambil bertanya kepada Raja Aceh, '"Sudahkah perintahku dituruti untuk berdamai ?"tanya Putri Hijau lagi. "Seekor kerbau", jawab Raja Aceh. "Siapa akan menanggung kerugiannya?", "'Ditanggung bersama!", jawab Raja Aceh. "Apakah sama derajat kerajaanmu?" "Tidakl" jawab Raja Aceh. "Kalaulah kamu yang menjadi atasan mereka tentu tidak sama menanggung kerugian, sebaiknya seorang bapak memberikan contoh teladan terhadap anaknya, saya ingin memperoleh ketentuan!" ujar Putri Hijau. Raja Aceh berpikir sejenak, kemudian membenarkan ucapan Putri Hijau sambil mengakui kekhilafannya seraya bersedia menyediakan seekor kerbau untuk dimakan bersama dengan alasan bahwa makan bersama itu bukan pertanda pengakuan bersalah, tapi adalah mengumpulkan sanak keluarga agar tidak berkelahi sesamanya, demikian pula untuk kemudian hari tidak melawan ibu bapanya.

Pengakuan makan bersama ini segera dilaksanakan dan pada waktunya oleh Raja Aceh, menghadirkan Sultan Deli-Sultan Serdang-Kejuruan Serdang untuk makan bersama dalam satu pinggan panganan disaksikan oleh Oppung Penghulu Tambak Bawang sedangkan untuknya oleh Raja Aceh telah tersedia pula makanan. Setelah selesai makan bersama, merekapun menghadap Putri Hijau. Masakan daging kerbau memang tidak dipersediakan untuk Putri Hijau. Karena sudah diberitahukan terdahulu bahwa ia tidak makan daging. Setelah mereka berada di istana, maka Putri Hijau bertanya kepada Raja Aceh: "Sudahkah kamu seia sekata?" "sudah dan kami makan bersama dalam satu pinggan panganan!", sahut Raja Aceh. Kemudian pertanyaan yang sama diajukan oleh Putri Hijau pula pada Sultan Deli dan Sultan Serdang, dengan menerima jawaban serupa. "Jika sudah demikian halnya - sambung Putri Hijau, apabila aku diharuskan juga berangkat ke daerah Aceh, baiklah tetapi untuk dikawani manusia, aku tidak bersedia. Kalaupun pergi ke Aceh, harus turut mengantarkan Penghulu Tambak Bawang, Sultan Deli dan Sultan Serdang. Keberangkatan ini dipersiapkan sedemikian rupa sehingga letak barisan adalah sebagai berikut: Barisan depan adalah pemegang tombak bersama perisainya, di belakangnya Putri Hijau, barisan berikutnya terdiri dari Raja Aceh, Sultan Deli, Sultan Serdang, Kejuruan Serdang, Penghulu Tambak Bawang dan barisan terakhir berturut-turut pembawa pedang berkepala emas, pedang berkepala perak, senjata bedil, pengiring diiringi oleh para pembesar-pembesar lainnya.

Sesampainya di Aceh maka raja Aceh memerintahkan kebersihan istana dan pekarangannya serta mempersiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan Putri Hijau denga-n -mettyediakan: seeko-t ketba:u sambil menanya:kail makanan apa yang dapat disediakan untuknya. Atas pertanyaan ini dijawab oleh Putri Hijau : "Tidak perlu dipersedia:katt, ttamun apabila mensa ktttattg puas, eukttp telor ayam direbus, satu butir untuk dimakan pagi dan satu butir makan malam!".

Sekembalinya dati istana tempat Ptrtri Hijau, maka Sultan Aceh mengatur rakyatnya untuk menyembelih kerbau yang dipersediakan untuk makan para seluruh pengiring sedangkan unttik Putri Hijau disediakatt telor a-yam untuk serentak makan bersama. Setelah selesai ,makan bersama, Sultan Deli dan Kejuruan Serdang mohon diri kepada Raja Aceh Utttt:ik -pttlan-g- kembali -ke tetnpatnya -ma-sing--n:tasi:ng. Permintaan ini tidak dapat dikabulkan oleh Raja Aceh sebelum mendapat izin dari Putri Hijau. Keadaan ini mengharuskan mereka menghadap Putri Hijau ke istana. Jawaban yang diperoleh dari Putri Hijau : "Baiklah kamu pulang kembali ke tempat masing-masing, tapi ingat mulai sekara:-ng dan seterusnya tidak boleh lagi bermusuhaan dan apabila ini terjadi, maka malapetaka akan menimpa terhadap kamu sekaliannya!". Peringatan ini disetujui oleh semua pihak. Penghulu Tambak Bawang belum diizinkan Putri
Hijau kembali pulang

Sepuluh hari kemudian Raja Aceh mencoba meminang Putri Hijau. Dijawab oleh Putri Hijau : "Saya tidak bersedia dikawini manusia!". Sekalipun sudah ada jawaban Putri Hijau tetapi persediaan barang-barang biasan seperti, bunga matahari diperbuat dari emas, tempat sirih dari emas dan lain-lain perhiasan di serahkan kepada Putri Hijau dengan mak-sud agar rayuan Raja Aceh dapat terima.

Berbagai cara dilakukan oleh Raja Aceh dan akhirnya Putri Hijau menyambut dengan syarat : "Untuk sekian kali dengan tidak bosan-bosannya Raja Aceh meminang saya, kiranya kehendaknya dapat saya terima apabila "saudara", saya dapat dikenyangi dengan emping (Nitak) dan rondang (beras ditambuk bercampur gula). Selama mulut masih tenganga, menandakan ia masih kelaparan. "Saudara itu berada pada rambutku ini!". Disahut Raja Aceh: "Dapat saya penuhi!". Jika demikian berikanlah ia makan pagi-pagi balas Putri Hijau.

Makanan yang diminta, malam itu juga dipersediakan Raja Aceh sebanyak satu tumba untuk diberikan pada esok paginya. Pemberian makanan ini sesuai dengan permintaan Raja Aceh dilaksanakan di ruangan muka istana dengan mengembangkan tikar untuk tempat pinggan berisi makanan Nitak dan Rondang. Putri Hijau datang ke ruangan muka istana dan setelah duduk, mengambil "saudara" nya dari
rambutnya. Nyatanya adalah seekor ular. Berilah makanannya!". Pada saat itu diberi oleh Raja Aceh makan, ketika itu juga makanan dihabiskan dan kemudian ternganga mulutnya tanda meminta tambahan. 

Melihat keadaan ini maka Raja Aceh memerintahkan menyediakan 10 tumba nitak dan rondang lagi. Inipun habis dimakan oleh ular tadi. Kembali mulutnya ternganga menghadap Raja Aceh tanda meminta tambah, Raja Aceh heran, tapi belum habis pikir dan segera memerintahkan Rakyat Aceh menyediakan 10 tumba setiap rumah tangga. Diperkirakan banyaknya makanan ini tidak muat dalam ruangan muka istana maka Raja Aceh memohon agar pemberian makanan diberikan di halaman istana. Permohonan ini dikabulkan oleh Putri Hijau.

Setibanya di halaman, rakyat banyakpun tercengang. melihat ular tadi membesar dan makanan yang telah tersedia tadi dengan mudah saja dapat dihabiskan dan setelahnya kembali mulut ular itu tercengang menghadap Raja Aceh meminta tambahan. Sedangkan badan tambah besar dan benambah panjang, Raja Aceh masih merasa kurang puas sehingga memerintah kepada pada para pembesamya dalam daerah takluk jajahannya agar semua penduduk bergotong royong menyediakan nitak dan rondang untuk makanan ular itu. Terkumpullah makanan nitak dan rondang di halaman istana sehingga merupakan gunung, mengakibatkan tanah longsor dan timbullah kekuatan pada Raja Aceh dan segera. menghentikan pengumpulan makanan ular ini. Namun ular itu memakan dengan seenaknya saja dengan tidak bersusah
payah menghabiskannya kemudian mulutuya temganga kembali untuk meminta tambahannya. Tanah tempat ular itu masih berlobang karena berat badannya dan Raja Aceh pun merasa tidak berkesanggupan lagi untuk meneruskan penyediaan makanan ular itu.

Putri Hijau pun mengakhiri ucapannya kepada Raja Aceh: "Apabila kamu tidak sanggup lagi memberi ''saudara" saya makan, maka besok saya akan berangkat ke lautl". Raja Aceh mengakui akan kesalahannya karena tidak dapat memenuhi janji yang telah diikrarkannya, sehingga keberangkatan Puteri Hijau tidak apat dihalangi lagi. Besoknya berangkatlah Puteri Hijau bersama ular diikuti Penghulu Tambak Bawang dan Raja Aceh, turut juga para pembesamya. Setiba di Kwala Jambu Air Puteri Hijau mohon diri pada Raja Aceh dan Penghulu Tambak Bawang.

Kepergian Puteri Hijau tidak dikehendaki oleh Penghulu Tambak Bawang sehingga dengan cucuran air mata memohonkan agar kemana Puteri Hljau supaya ia turut dibawa. "Pulang sajalah engkau Penghulu Tambak Bawang saya akan memberikan pertolongan kepadamu!" Ucapan janji ini, kiranya kurang mendapat keyakinan Penghulu Tambak Bawang. Sekalipun ia dianugrahi hiasan bunga matahari dan
tempat sirih da:ri emas sebagai penghibur, tetapi ditolaknya, karena ingin bersama-sama turut dengan Putri Hijau.

Kemudian Putri Hijau memetik daun ''Sukkit" sehagai perahunya dan segera berlayar di laut dan semua orang tercengang melihatnya sampai hilang dari pandangan. Raja Acehpun pulang ke tempatnya sedangkan Penghulu Tambak Bawang tetap tinggal di Kwala Jambu Air. Ia mencoba untuk menyeberangi lautan, tetapi tiba-tiba kembali ketepian. Keadaan ini tnembawa kesedihan bagi Penghulu Tambak Bawang. Tiga hari kemudian ia mencoba untuk menyeberangi lautan, sampailah ia ke tengah lautan seolah-olah ia berjalan kaki melalui lautan dan tiba-tiba ia dapat berjum dengan Putri Hijau diatas "Pattangan" (rumah suci). Bercucuran air mata karena gembira dapat berjumpa dengan Putri Hijau.

Dalam pemjumpaan ini, Putri Hijau menyarankan agar Penghulu Tambak Bawang kembali dan membentuk perkampungan baru. "Kami akan memberikan pertolongan menambah pemikiranmu, sebab kami ada tujuh saudua, pergilah engkau dan sampaikan pesanku pada Raja Aceh agar kau nantinya diangkat menjadi Raja".

Pesan Putri Hijau disampaikan Penghulu Tambak Bawang, tetapi Raja Aceh tidak percaya karena tidak ada kemungkinan mereka dapat berjumpa lagi, sehingga uraian itu dianggapnya bohong belaka. Setelah hal ini diberitahukan kepada Putri Hijau, maka ia disuruh kembali berpesan dengan membawa tempat sirih pemberian dari Raja Aceh sebagai tanda bukti perjumpaan.

Cara ini juga belum dapat dipercaya oleh Raja Aceh oleh karena tempat sirih itu tadinya dititipkan oleh Putri Hijau pada Penghulu Tambak Bawang sewaktu keberangkatannya ke laut. Untuk membuktikan ketiga kalinya Penghulu Tambak Bawang kembali menjumpai Raja Aceh dengan membawa bunga matahari dari emas berasal dari pemberian Putri Hijau, tetapi Raja Aceh juga belum dapat mempercayainya kecuali ia dapat diperkenankan berjumpa kembali. Peristiwa ini semua di ceritakan oleh Penghulu Tambak Bawang. Pesan terakhir dari Putri Hijau supaya Raja Aceh berada pada pagi hari di Kwala Jambu Air sebagai tempat pertemuan. Rupa-rupanya pesan ini masih diragukan sehingga Raja Aceh memberi ancaman akan membunuh Penghulu Tambak Bawang apabila tidak terjadi perjumpaan ditempat. Ancaman ini tidak jadi penghalang bagi Penghulu Tambak Bawang sebab ia pun yakin akan pembelaan dari Putri Hijau.

Besok harinya Putri Hijau berada di tempat , sedangkan Raja Aceh beserta pembesarnya sudah sebelumnya menunggu penyambutannya. Berkata Putri Hijau : "Penghulu Tambak Bawang kamu merasa akan takut dibunuh, apabila aku tidak datang? "Tidak!" Sahut Penghulu Tambak Bawang. Sebab saya percaya akan ucapan Putri Hijau dan tidak takut mati demi mengikuti kebenaran. Mendengar kata-kata ucapan ini rombongan dari Aceh merasa takut, kemudian Putri Hijau berpesan kepada Raja Aceh: "Kalaulah bcnar kerajaan Aceh yang terbesar, aabila Penghulu Tambak Bawang datang padamu untuk merninta, dinobatkan menjadi Raja, supaya permintaannya itu dikabulkan. Apabila tidak dilaksanakan maka seluruh kampung dalam kerajaan Aceh akan saya hancurkan"

Raja Aceh jadi mengaku untuk berjanji akan menobatkan Penghulu Tambak Bawang menjadi Raja di kemudian hari menginggat setiap makhluk di jadikan oleh Tuhan. Dengan adanya pengakuan ini maka Putri Hijau menyuruh pulang kembali masing-masing, sedangkan Penghulu Tambak Bawang disuruh pulang dengan ditemani oleh "saudaranya" Putri Hijau dimana ia nantinya hendak membutuhkan perkampungan tempat tinggal dan apabila terdapat kesulitan hidup, akan dapat dimintakan nasehat dari padanya.

Setelah Raja Aceh sampai di halaman istana nampak olehnya melintang pelangi dihadapan tangga. Melihat keadaan ini, ia menjadi ketakutan dan segera bertekuk lutut
menyembah dan kemudian pelangi itu menghilang, barulah Raja Aceh masuk ke istana. Setelah menoleh kebelakang terlihat olehnya seekor ular pendek mengikuti jejaknya. Secara diam-dia ia meneruskan perjalananya dan sampailah ia di sungai Naga setelah mendaki ke arah hulu. Sesampainya ia di daratan, dijumpainya jalan umum menuju Tinggi Raja.

la metihat sebatang pohon nyiur sedang berikal mayang, duduk sejenak di bawah pohon enau itu sambil merenungkan: "Kalaulah ada sebilah parang, ingin hendak air nira untuk dijadikan gula menjadi belanja rumah tangga". Renungan menjadi kenyataan dan secara berangsur-angsur ia dapat mendirikan gubuk tempat tinggal, sedangkan ular tadi membentuk lubang disampingnya.

Demikian Penghulu Tambak Bawang, disamping memasak gula juga bertani. Bertahun-tahun lamanya ia menjadi pedagang gula sambil bertani dan secara berangsur-angsur gubuknya dapat diperbaiki dan diperbesamya. Suatu ketika Puteri Raja Nagur beristirahat ditempat gubuk Oppung ini karena terhambat oleh hujan deras dalam perjalanan ke Tinggi Raja. Setelah hujan berhenti, Puteri Raja Nagur mohon diri untuk dapat meneruskan perjalanan. Oppung menyodorkan gula seraya berkata: 'Baiklah gula ini saya berikan kepada Putri Raja Nagur!". Tetapi, Putri Raja Nagur menolaknya karena tidak menyukai yang manis. Putri Raja Nagur menyambut: 'Baiklah kalau Puteri tidak menyukai yang manis'.

Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya dan merekapun tidak dapat melanjutkan perjalanan. Dengan demikian mereka merasa aman untuk bermalam kembali di gubuk Oppung karena merasa baik dan teduh bermalam di tempat itu. Kiranya atas ramah tamah dari Oppung meladeni Puteri Raja Nagur bersama teman-temannya, maka Oppung merasa baik di kampung itu dan Puteri Raja Nagur terpikat tinggal di gubuknya. Karena Puteri Raja Nagur tidak pulang kembali menurut waktunya, maka Raja Nagur memerintahkan untuk mencarinya, tetapi setiap pesuruh scsampai di tempat gubuk Oppung terpikat untuk tidak kembali. Terus-menerus diperintahkan oleh Raja Nagur penjemputan, tetapi setiap manusia, menginginkan untuk tinggal dan bersama-sama bertani di daerah Oppung. Menyadari keadaan ini, maka Raja Nagur menyuruh pembesarnya untuk bertemu dengan induk semang Puteri-nya dengan menanyakan apabila ia suka dengan Puteri-nya baiklah mereka datang bersama-sama menghadap raja,

Uluran tangan dari Raja Nagur ini dilaksanakan oleh pembesamya dan sesampainya di rumah Oppung maka disambut dengan mengembangkan tikar yang baru bagi para tamu dan dalam pada itu disiappkan makanan dengan memotong seekor hewan untuk disuguhkan menurut adat. Kemudian pembesar Raja Nagur bertanya kepada Oppung: "Bilakah kamu mau meminang Puteri Raja Nagur? Tanyakanlah sendiri kepadanya, sahut Oppung. "Apakah Raja Nagur tidak akan menghalanginya?" tanya Oppung. Raja Nagur menjawab: 'Tidak!". Oppung melanjutkan, "Apabiia berkenan maka bagiku tidak ada jalan lain untuk ingin jadi pelayan dari Raja Nagur!". Namun kehendak ini diharapkan mendapat sambutan dari kekasih Puteri Raja. Rayuan ini diteruskan pembesar raja kepada Puteri Raja yang menyuruh mereka datang ke kerajaan Nagur membawakan acara perkawinan menurut adat. 

Beberapa hari berselang dengan rombongan pengiringan khusus untuk Putri dipersediakan Oppun.g dan sehari sebelum keberangkatan ke Nagur didahului dengan berdoa, dimohon berkat kepada Putri Hijau agar segera selamat diperjalanan dan Raja Nagur beserta rakyatnya dapat menerima mereka dengan baik dan tidak kurang satu apapun. Permaisuri bersama Raja Nagur lengkap dengan pembesamya serta membawanya ke rumah. Besoknya Oppung bersama Puteri Nagur menghadap Anakboru Nagur dan Gamot Nagur untuk mengemukakan langkah selanjutnya Anakboru dan Gamot membawakannya pula kehadapan Raja untuk memperoleh nasehat. Kata raja : "Musyawarah dan mufakat yang kita kehendaki kita telakan menurut kesanggupan yang dapat disajikan oleh Penghulu Tambak Bawang. Penghulu Tambak Bawanglah yang menjadi pelayan rumah tangga ditti Raja Nagur dan untuk ini Oppung menyediakan seekor kerbau sebagai makanan suguhan. Setelah selesai makan, maka Oppung menyuguhkan sirih adat diatasl Pinggan Putih berikut berisi uang sejumlah 120-ringgit dengan perantaraan "Anakboru" untuk disampaikan kehadapan Raja Nagur.

Scbelumnya, dismrpaikan ke'pada ''Anakboru'' sirih diatas pinggan berikut uang enam ringit di dalamnya sebagai pendamping untuk mendekatkan diri (parhombaran). Kemudian Raja Nagur mengumumkan kepada seluruh yang hadir: "Mendengar seluruh rakyatku, dengan ini diumumkan bahwa anakku telah sah perkawinannya dengan Penghulu Tambak Bawang: dan inilah yang menjadi wakilku dalam kerajaan ini!". Empat malam kemudian, rombongan Oppung kembali dan kemudian dibangunnya pulalah tempat kediamannya yang. merupakan istana (rumahbolon). Lama kelamaan kampung tempat kediaman Oppung bertambah ramai rakyatnya, sehingga diangkatlah seorang "Anakboru" bemama Pisang Buil. 

Setelah dibangun Rumahbolon, maka Oppung bersama permaisuri pergi berkunjung ke Raja Nagur untuk mohon petunjuk kapan hari dan bulan baik untuk mcmasuki rumah baru, berikut dihanapkan kesediaan Raja Nagur untuk merestuinya. Untuk itu, Raja Nagur menayakan mangkubumi kerajaan (gurubolon). Menurut Gurubolon, bulan sipaha siah (ramadhan) harinya adalah "sihora purasa". Kedatangan Raja Nagur diharapkan sudah tiba sehari sebelumnya pada "Boraspati na Takkok" dan makan bersama didahului oleh Raja Nagur dengan makanan adat yang disuguhkan oleh Oppung. Kemudian berturut-turut dihidangi pula kepada permaisuri dan Puteri. Setelah Raja Nagur bersantap, maka langsung ditanganinya pemberian makanan daging kepada Oppung sambil berkata : "Tangan Penghulu Tambak Bawang inilah yang memberikan makanan pada kamu sekalian dan tiada ubahnya tangan saya dengan tangannya!" dan Oppungpun memakannya. Sesudah itu Oppung sendiri menurut gilirannya menangani makanan-makanan daging kapada gurubolon, datu dan pembesar lainnya. 

Demikian berpindahlah kekuasaan Kerajaan Nagur kapada Oppung dan apabila ada masalah kerajaan maka para pembesar membicarakannya kepada Oppung dan menyelesaikan persoalannya. Raja Nagur berpulang ke rahmatullah sedang puteranya belum akil balig. Setelah pemakaman jenajahnya diselenggarakan maka Oppung dinobatkan menjadi raja. 

Pisan Buil diperintahkan oleh Oppung menghadap Raja Aceh untuk memohon agar beliau suka datang menobatkan Oppung sesuai dengan janji. Ia juga diberitahukan, bahwa Oppung berada telah kawin dengan
Puteri Raja Nagur dan sudah membentuk perkampungan serta letaknya dibagian timur. Raja Aceh menerima kedatangan Pisan Buil dengan baik seraya menyatakan persetujuannya. Sepuluh hari kemudian sampai di Silau, disinilah dinobatkan Penghulu Tambak Bawang sabda Raja Aceh.

Sampai pada waktu yang ditentukan Sultan Deli dan Seerdang hadir dengan masing-masing menunggang kuda. Penghulu Tambak Bawang tidak mempunyai kuda sehingga sehingga timbul pendapat untuk menyediakan dua orang pengganti kuda tungganggannya sedangkan gendang dengan tiupan serunai berirama "arak-arakan" mengiringi perjalanan datangnya dari arah timur.

Merasa tercengang karena bunyi gendang bertalu-talu yang datangnya arah fajar mengiringi perjalanan sehingga silau menunit pandangan. Setelah rombongan sampai dihadapan Raja Aceh, maka diletakkan Raja Aceh "Gotong" (semacam destar) sebagai ikat kepala dengan menyelipkan bunga sihilap (mahkota) penanda penobatan seraya mengumumkan: "dengan ini saya nobatkan Tuan Sindar Lela (Penghulu Tambak Bawang) menjadi raja Silau!". Berkedudukan di Silau Bolag, yaitu kampung dari Raja bertempat yang tertua dan inilah pangkalan dari Raja Silau yang bermarga Purba Tambak Tualang, berlambangkan Bubu dan Ultop.

Demikian terbentuknya Kerajaan Silau. Dari perkawinan tersebut melahirkan anak laki-laki. Anak tertua bemama Tuan Tariti bersemanyam di Silau Bolag dan yang bungsu menjadi Raja Silau Dunia yang berkedudukan di Nagori Laksa bernama Tuan Timbangan Raja.

Inilah kisah Putri Hijau dimana sang putri memiliki kaitan yang erat dengan terbentuknya kerajaan Dolog Silau. Kaitan itu tampak pada hadirnya Putri Hijau sebagai perintis berdirinya kerajaan Dolog Silau di kawasan kerajaan Nagur di Simalungun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Datu Parulas Parultop Nainggolan Lumban Raja di Pematang Bandar - Perdagangan (8)

Datu Parulas menurut Sihombing Lumbantoruan (14)